Sidebar ADS

SUYATNO ALIAS ARYA BUKAN AHLI ILMU NASAB DAN BUKAN PULA TRAH SUNAN KALIJOGO

Ada Seorang Mukibin berkata:
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui…” (Q.S. al-Isra’: 36)
“Barangsiapa bicara agama tanpa ilmu, maka ia dilaknat oleh para malaikat…”
Sebutkan sanad ilmu nasab kalian.

Mari kita jawab: 

Ilmu nasab adalah ilmu syariah, bukan ilmu kafir.

✅ 1. Ironi: Mengutip Dalil Tentang Ilmu Tapi Menolak Riset Ilmiah
Ayat dan hadis yang dikutip adalah benar, namun pemakaiannya keliru dan menyesatkan konteks.
Justru ayat tersebut mewajibkan kita mencari pengetahuan berdasarkan bukti dan tidak taklid membabi buta. Maka pertanyaannya kembali kepada Anda:

🔍 Apakah klaim Ba’alwi tentang nasabnya sudah diuji dengan ilmu?
📜 Di mana sumber primer yang membuktikan Alawi bin Ubaidillah benar keturunan Nabi SAW?
🧬 Mengapa haplogroup genetiknya G, bukan J1 seperti garis Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah az-Zahra?

✅ 2. Sanad Ilmu Nasab Tak Mewajibkan Fanatisme Klan
Memang benar bahwa dalam ilmu syariat, sanad penting. Tapi bukan berarti hanya keturunan Arab Hadhramaut yang berhak meneliti atau berbicara tentang ilmu nasab. Ilmu nasab telah menjadi objek kajian ilmiah lintas disiplin: sejarah, antropologi, filologi, dan genetika.

Beberapa tokoh ilmiah dan akademisi yang jadi guru dan sanad ilmiah dalam riset nasab saat ini antara lain:

Prof. Dr. Manachem Ali – Filolog dan akademisi Universitas Airlangga.

KH Imaduddin Utsman al-Bantani – Peneliti nasab dan sejarah Ba’alwi dari perspektif pesantren.

Dr. Sugeng Sugiarto – Ahli genetika Indonesia, pendukung riset DNA Y-Chromosome dalam validasi nasab.

Dr. Michael Hammer – Genetika Universitas Arizona, pakar haplogroup J1 (garis Bani Hasyim).

Mereka ini bukan “bicara tanpa ilmu”, tetapi berbicara dengan metodologi, bukti, dan kompetensi.

✅ 3. Ilmu Nasab Itu Bisa Dibuktikan, Bukan Hanya Diwarisi
Anda menyatakan, “ilmu nasab adalah ilmu syariah, bukan ilmu kafir.”
Pernyataan ini serampangan dan menyudutkan ilmuwan Muslim yang menggunakan pendekatan sains modern untuk memverifikasi kebenaran.

Para ulama klasik pun menganjurkan penggunaan bukti lahiriah (qarinah) dalam menentukan nasab, seperti:

Imam al-Syafi’i: menekankan pentingnya saksi dan bukti dalam penetapan nasab.

Ibnu al-Jawzi dan al-Suyuthi: membahas banyak peristiwa pemalsuan nasab dalam sejarah.

Ilmu pengetahuan modern—termasuk genetika dan historiografi ilmiah—adalah alat bantu yang sah dalam membuktikan klaim nasab. Ini bukan ilmu kafir, tapi pengembangan metodologi sesuai maqashid syariah: menjaga keturunan (hifzh al-nasl).

🔚 Kesimpulan: Kebenaran Tidak Bergantung pada Garis Darah
Mengutip dalil tanpa memahami konteksnya, dan menyudutkan orang yang meneliti secara ilmiah dengan tuduhan “bicara tanpa ilmu”, adalah bentuk kesombongan intelektual.

Ilmu tidak diwarisi melalui nasab, tapi diperoleh melalui usaha, verifikasi, dan keberanian berpikir.
Jika Anda benar-benar mengikuti Imam al-Ghazali, maka buktikan dengan hujjah, bukan gertakan emosional.

~~بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب~~ web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple

إرسال تعليق

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

أحدث أقدم
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS