Sanggahan terhadap Klaim Mukibin tentang Dalil "Pelajarilah Nasab Kalian"
1. Memelintir Hadis demi Kepentingan Klan Justru Terjadi di Pihak Klan ba'alwi dan mukibinnya.
Klan ba'alwi dan Mukibin mengatakan:
"Disini jelas 'nasab kalian' bukan 'Pelajarilah nasab orang lain'. Hadits saja dipelintir2 utk mengikuti nafsu."
Pernyataan ini menunjukkan kebingungan berpikir yang serius. Hadis tentang "ta'allamu min ansabikum maa tashiluna bihi arhamakum" (HR. Tirmidzi dan Ahmad) adalah perintah Rasulullah agar umat Islam mengenal nasab mereka sendiri agar mampu menyambung silaturahmi dan tidak menzalimi orang lain secara asal-asalan. Tapi perlu dicatat: dalam ilmu musthalah dan fiqh, "kalian" tidak selalu berarti larangan meneliti pihak lain, melainkan penegasan tanggung jawab diri.
Justru yang dilarang adalah berbohong atas nama nasab, seperti sabda Rasulullah:
"Barangsiapa mengaku-ngaku kepada selain ayahnya atau bergabung kepada selain kaumnya, maka ia mendapatkan laknat Allah, para malaikat, dan seluruh manusia."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Apakah penelitian ilmiah yang mengungkap klaim palsu termasuk mencela? Tentu tidak! Ini bagian dari amar ma'ruf nahi munkar. Tidak sedikit ulama besar, seperti Imam Ibn Hazm dalam al-Jamhrah, Abu Hatim ar-Razi, atau bahkan Ibnu Khaldun yang mengkritisi nasab yang tidak valid berdasarkan ilmu dan riwayat. Apakah mereka kafir karena meneliti nasab?
2. Hadis “Barangsiapa mengingkari nasab walaupun samar, maka kafirlah ia kepada Allah” perlu pemahaman yang benar
Hadis yang dikutip Mukibin di atas:
"Barangsiapa mengingkari nasab walaupun samar, maka kafirlah ia kepada Allah."
(Riwayat Ibnu Majah, Ahmad, Thabrani, Bazzar)
✅ Pertama, kata “kafir” di dalam hadis ini tidak mutlak bermakna keluar dari Islam. Menurut syarah ulama, itu bisa berarti kufur nikmat atau dosa besar, bukan kufur i'tiqadi. (Lihat: Tuhfah al-Ahwadzi, syarah Sunan Tirmidzi oleh al-Mubarakfuri).
✅ Kedua, hadis ini tidak ditujukan untuk orang yang meneliti secara ilmiah, tapi untuk orang yang terang-terangan mengingkari kebenaran nasab yang sah berdasarkan dalil valid. Jika ada yang menolak nasab sahih tanpa ilmu atau karena fanatisme, maka ia berdosa besar.
Lalu, bagaimana jika yang dipersoalkan adalah nasab yang diklaim sah, tapi tanpa bukti sejarah dan terbantahkan oleh filologi dan genetika?
Apakah meneliti dan mengkritisinya juga disebut mengingkari nasab sah? Itu fitnah terhadap ilmu dan para ahli.
3. Atsar Umar bin Khattab tidak melarang kritik, tapi melarang fanatisme dan caci-maki
Mukibin menukil perkataan Umar bin Khattab RA:
"Wahai manusia berhati-hatilah mempelajari nasab dan mencela mereka."
(Riwayat Ibnu Atsir dalam al-Nihayah)
Ini bukan larangan meneliti nasab, tetapi larangan mempelajari nasab dengan niat mencaci atau menyombongkan diri. Lihat konteksnya dalam kitab al-Nihayah fi Gharib al-Hadith, bahwa Sayyidina Umar memperingatkan: jangan sampai nasab menjadi sebab kesombongan atau menimbulkan kebencian.
📌 Justru, dalam konteks Ba'alwi, klaim nasab dijadikan alat politik, pencucian sejarah, bahkan legitimasi keagamaan palsu. Maka, penelitian terhadapnya adalah ibadah sosial dan intelektual demi menegakkan keadilan ilmiah.
📚 Penutup: Agama Islam Tidak Melarang Kajian Ilmiah
Dalam Islam, nasab adalah bagian dari amanah yang harus diuji secara ilmu dan amanah sejarah. Bahkan para ulama besar seperti:
Imam al-Dzahabi dalam Siyar A'lam an-Nubala’
Ibnu Taimiyyah (yang bukan Wahabi!) dalam Minhaj as-Sunnah
Imam Ibn Hazm al-Andalusi dalam al-Jamhrah
Al-Sakhawi dalam al-Dhau al-Lami'
—semuanya mewajibkan verifikasi nasab, bukan taqlid buta apalagi menjadikan klaim leluhur sebagai alat politik dan dominasi sosial.
🔍 Maka, justru menolak kritik ilmiah terhadap nasab yang mencurigakan dengan menuduh para peneliti sebagai “pengingkar nasab” atau “kafir kepada Allah” adalah fitnah, pemelintiran hadis, dan kedangkalan berpikir yang tidak layak dipertahankan.
web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple