MENJAGA MARWAH DAKWAH KETIKA AKHLAK TAK LAGI MENCERMINKAN ILMU
Sorotan Ruang Publik Dalam dunia dakwah dan spiritualitas Islam, akhlak adalah ruh yang menjiwai setiap kata dan perbuatan. Maka ketika dakwah dilakukan dengan cara mencaci, menantang, atau merendahkan sesama, sesungguhnya itu telah keluar dari jalan yang ditempuh para Wali Songo—wali-wali yang mewariskan Islam dengan cinta, bukan caci maki.
Pernyataan KH. Mifachul Akhyar, Rais Aam PBNU, dalam acara pelantikan PCNU Kabupaten Tulang Bawang masa khidmat 2025–2030 di Pondok Pesantren Nurul Fattah, Banjar Margo, Lampung (Ahad, 18 Mei 2025), menyoroti pentingnya dakwah yang mencerminkan akhlak luhur para Wali Songo. Namun, saat pernyataan itu seolah menyasar umat yang menjaga marwah dakwah leluhur Nusantara dengan menyindir dan menilai tanpa bercermin terlebih dahulu, maka pepatah lama kembali relevan: menepuk air di dulang, terpercik pada mukanya sendiri.
Kami dari Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI LS) merasa perlu untuk menanggapi. Bukan karena benci, bukan pula karena emosi, tetapi karena cinta terhadap kebenaran dan kejujuran sejarah. Ketika kami melihat ada pengakuan-pengakuan dari para habib BaAlawi yang mengaku-aku diri mereka sebagai dzurriyah Nabi yang justru tak mencerminkan akhlak Nabi, bahkan cenderung merendahkan para ulama-ulama pribumi Nusantara, maka suara-suara kami adalah bentuk tanggung jawab moral dan spiritual.
Di tengah semangat menjaga NU sebagai warisan keilmuan dan spiritual bangsa, kami mempertanyakan, di mana posisi NU dalam menghadapi narasi-narasi yang dibawa sebagian oknum para habib-habib ba’alawi yang kerap sekali menjatuhkan martabat kyai-kyai asli nusantara? Apakah NU akan tetap berpihak pada kebenaran sejarah, atau justru memilih diam demi "aman", meskipun marwah dakwah Wali Songo dipertaruhkan?
PWI-LS berdiri bukan untuk memecah belah, namun untuk mengingatkan, jangan berlindung di balik nama besar leluhur jika akhlak dan adab mereka jauh dari teladan Nabi. Jangan merasa kebal kritik hanya karena bersandar pada silsilah yang belum tentu sahih. Dan jangan pula mencatut nama Wali Songo untuk pembenaran dakwah yang tidak mencerminkan sebuah kebijaksanaan dan keilmuan mereka.
Apakah pantas anda menuduh pihak lain tak mencerminkan akhlak dakwah? sementara yang marah-marah, menantang, dan mencaci justru datang dari oknum yang selama ini mengklaim dirinya sebagai keturunan Nabi Saw? Ketika diminta bukti silsilah atau diminta uji kebenaran melalui DNA, mereka memilih marah dan menuding balik. Lantas siapa sebenarnya yang melukai dakwah para Wali Songo?
Dengan penuh hormat, kami sampaikan ini kepada yang mulia Mbah Mifachul Akhyar: apakah ini yang jenengan maksud? Dakwah seperti inikah yang akan NU bawa ke masa depan?
Kami juga bertanya kepada KH. Mifachul Akhyar, apakah hari ini NU akan melindungi pola dakwah yang hanya sibuk membangga-banggakan nasab? Akan tetapi miskin etika dan adab terhadap sesama muslim? khususnya kepada para kyai-kyai pribumi yang tulus mencintai Indonesia, Apakah NU hari ini sedang mencari aman dengan berdiri di atas dua kaki, sementara yang satu kaki menginjak marwah sejarah tanah air?
Kami dari PWI LS tidak anti terhadap siapa pun. Tapi kami semua sangat amat menolak dengan tegas, narasi-narasi dakwah yang menghina sejarah bangsa, mencela kyai-kyai kami, dan memaksakan penyeragaman budaya dengan mengatasnamakan "turunan".
Kami hormat kepada seluruh kyai-kyai dan ulama yang telah berjuang menjaga agama dengan hati bersih. Namun terhadap mereka yang menodai nilai luhur dakwah, kami wajib menyuarakan kebenaran. Karena diam dalam kebatilan adalah bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan para wali, para guru bangsa, dan para pejuang tanah air.
Islam datang ke Nusantara dengan sejuk oleh Wali Songo, bukan oleh amarah dan superioritas darah. Maka kami memilih berdiri bersama para wali itu—dengan akal sehat, dengan cinta tanah air, dan dengan keberanian menolak penyesatan sejarah.
Ngapunten Yai, jika suara kami lantang, itu karena kami peduli.
Kami tidak menjelekkan, kami sedang menjaga.
Menjaga warisan dakwah Wali Songo, menjaga martabat bangsa, dan menjaga agar NU tetap menjadi rumah besar untuk umat, bukan panggung bagi pencitraan belaka.
Semoga tulisan ini menjadi bahan renungan, bukan untuk menambah luka, tapi untuk menyembuhkan bangsa dari krisis identitas, spiritualitas, dan sejarah.
Oleh : Redaksi Tim Media & Informasi DPD PWI-LS Kabupaten Pemalang
Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah
web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple