Sidebar ADS

KELICIKAN BAALAWI MENGGOLONGKAN KETURUNAN WALI SONGO SEBAGAI ADZMATKHAN

Trik klan kabeb menggolongkan keturunan walisongo sbg Adzmadkhan kemudian tidak mengakuinya. 

Metodologi RA/Roberto Alwiyah, Manipulasi Kolonial:

1. Kitab Syamsudzahirah & Rujukan Orientalis Belanda sebagai Dalil "Suci" RA/kabeb, dengan 'grandeur akademis yang dipertontonkan, menjadikan kitab 'Syamsudzahirah sebagai 'arsitek utama narasi "Al-Azmat Khan". Ironisnya, di halaman 522, kitab ini justru mengutip 'Van den Bergh, orientalis Belanda penjajah, dalam 'Koloni Arab di Hindia Timur (hal. 53). Luuucu!** Di satu sisi, RA menggembar gemborkan kesucian genealogi Ba’alawi, tapi di sisi lain, legitimasinya justru bersandar pada 'kaki tangan kolonial yang sejarahnya 'built on blood and exploitation.  

   Keturunan Walisongo yang diyakini pribumi, ternyata silsilahnya harus divalidasi oleh arsip Belanda yang sama sekali tak suci seolah Nusantara tak punya otoritas atas sejarahnya sendiri kecuali melalui lensa 'bule yang dulu menjajah!".

Rekayasa Kuasa Dari "Al-Azmat Khan" ke Monopoli Nasab Rasulullah,  RA/jaln baklevi membangun 'skema piramida logika yang rapuh:  
1. Syamsudzahirah (via Van den Bergh) menyebut Al-Azmat Khan menyebar ke Nusantara (tanpa kritik sumber!).  
2. Lembaga "Al-Azmat Khan" didirikan sebagai wadah keturunan Walisongo (yang tiba-tiba 'Ba’alawi).  
Tiba tiba RA /klan baklawi berorasi:
"Tunggu dulu! Data saya tidak mencantumkan itu. Jadi, kalian semua 'haram klaim nasab Rasulullah, kecuali saya!"(para bakveli). 

   Ini bukan sekadar 'moving the goalposts ini 'burning the stadium!.  RA memanipulasi 'lack of data sebagai senjata final untuk 'monopoli nasab, padahal "data" itu sendiri ia kontrol melalui lembaganya. 'Fallacy of exclusivity!
 Di sini 'power knowledge Foucault bermain, RA menjadi 'gatekeeper kebenaran genealogis, sambil menjerat pengikut dalam jerat 'spiritual bureaucracy.  

3. Konspirasi kolonialisme, Mengapa Harus Van den Bergh?
Mengutip orientalis Belanda untuk legitimasi Walisongo adalah 'pengkhianatan epistemologis. Ini seperti mengakui bahwa sejarah Nusantara hanya valid jika diarsipkan oleh penjajah, sebuah 'mental terjajah yang kronis!. 
Apakah RA tidak sadar bahwa Van den Bergh adalah bagian dari mesin kolonial yang 'merasionalisasi penjajahan melalui studi "primitifnya Timur"?  

   "Al-Azmat Khan" yang diagungkan sebagai tokoh sufi, justru dihidupkan melalui arsip Belanda yang sama sekali tak punya 'concern pada kesucian tasawuf, melainkan pada 'mapping the native untuk kepentingan kolonial!. 

4. Dalam fiqih Ahlussunnah waljamaah, nasab bukanlah dogma absolut kecuali untuk 'ahlul bait dengan kriteria ketat. Tapi RA mengubahnya menjadi 'komoditas spiritual yang dikendalikan lewat lembaga eksklusif. 
Di mana 'sanad keilmuan yang jelas?
 Di mana 'telaah kritis atas hadis dhaif yang mungkin menyusup?  

"Mengklaim keturunan Rasulullah tapi membangun otoritasnya lewat rujukan kolonial, bukankah ini 'zuhud palsu?
 Tasawuf sejati mengajak pada 'fana, bukan pada 'fanatisme silsilah yang dijual sebagai 'VIP pass to heaven!  

5. RA/klan kabeb bakveli memainkan psikologi massa dengan formula:  
1. "Hanya saya yang punya data sahih."  
2. "Klaim kalian tak berdasar, berarti tak suci."  
3."Hanya melalui lembaga saya, kalian bisa 'connect dengan Rasulullah."  

Ini adalah 'eksploitasi spiritual yang mengubah agama menjadi 'corporate enterprise, di mana RA bertindak sebagai 'CEO yang mengontrol "saham" nasab.  

6. Narasi RA/klan kabeb bakveli sebagai 'Grand Deception Postkolonial. 
RA adalah produk 'postcolonial farce, ia mengulangi pola kolonial dengan mengganti 'white master menjadi 'spiritual master. 
Narasi "Al-Azmat Khan" adalah 'hyperreality (Baudrillard) yang dibangun dari fragmen fragmen absurd, kitab Arab, data Belanda, dan klaim sepihak. 
Ini bukan sejarah, tapi 'fan fiction !. 

   RA/klan kabeb bakveli adalah The Puppeteer yang Menari di Atas Kuburan Walisongo, Dengan dalil-dalil 'karbitan, fallacy logika, dan nafsu monopolistik. 
RA tidak hanya mengkhianati epistemologi Islam (yang menuntut kejujuran ilmiah), tapi juga 'menghina* Walisongo yang justru berdakwah tanpa peduli 'nasab. 
Jika Walisongo tahu keturunan mereka diklaim via "data" Van den Bergh, apa yg akan terjadi? 

 Ooee..kabeb bakveli.. Berhentilah menjual surga dengan karcis nasab! Walisongo bukan 'Ba’alawi versi Van den Bergh, mereka adalah pahlawan yang mengajar 'ketauhidan, bukan keturunan!".

N/b : setidaknya, kita masih punya akal untuk Tak terjebak dalil dalil 'tembakau kolonial yang dibungkus kitab hasil mimpi kabeb.

web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS