MENYEBUT YAHUDI AZHKENASI PADA PARA HABIB DI INDONESIA HUKUMNYA WENANG
Menyebut Klan Ba’alwi sebagai Yahudi Ashkenazi Bukan Mengkafirkan, Melainkan Mempertegas Kebenaran Leluhur mereka
Dalam diskursus ilmiah yang semakin terbuka, silsilah dan asal-usul suatu kelompok tak lagi hanya menjadi warisan naratif, tetapi telah menjadi objek kajian multidisipliner. Salah satu kelompok yang menjadi sorotan adalah klan Ba’alwi — kelompok yang selama ini mengklaim sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.
Namun, temuan genetika modern berbicara lain. Berdasarkan penelitian DNA yang melibatkan pengujian kromosom-Y, diketahui bahwa sebagian besar keturunan klan Ba’alwi tergolong dalam haplogroup G. Haplogroup ini secara ilmiah terbukti umum dijumpai pada populasi Yahudi Ashkenazi, yakni klan Yahudi yang secara historis berkembang di kawasan Eropa Timur dan Kaukasus.
Perlu ditegaskan, penggunaan istilah “Yahudi Ashkenazi” dalam konteks ini tidak merujuk pada agama atau status keimanan, melainkan pada klasifikasi klan berdasarkan garis keturunan biologis. Seperti halnya istilah "Arab", "Kurdi", atau "Berber", istilah Ashkenazi digunakan oleh para ahli genetika dan sejarah untuk menunjuk asal-usul leluhur secara etnis dan historis, bukan untuk menilai keyakinan agama seseorang.
Maka, ketika seseorang menyebut klan Ba’alwi sebagai keturunan Yahudi Ashkenazi, itu bukan bentuk pengkafiran, melainkan pernyataan berdasarkan hasil riset genetika, bukan dogma agama. Ini memperjelas peta leluhur mereka — yang ternyata tidak berasal dari jalur keluarga Nabi Muhammad SAW yang secara genetika tergolong dalam haplogroup J1, sebagaimana dibuktikan oleh berbagai studi genetika dari para pakar seperti Dr. Michael Hammer, Dr. Karl Skorecki, dan peneliti lokal seperti Dr. Sugeng Sugiarto.
Justru pendekatan ini mengajak publik untuk bersikap objektif, berpikir jernih, dan tidak larut dalam romantisme nasab tanpa verifikasi ilmiah. Silsilah harus dibuka sebagai wacana terbuka yang bisa diuji, bukan doktrin yang tak boleh disentuh.
Dalam era sains dan transparansi, kebenaran silsilah bukan ditentukan oleh “syuhrah” (popularitas) atau “istifadhoh” (tradisi lisan), tetapi oleh data, bukti, dan ketelitian ilmiah. Dengan demikian, menyebut klan Ba’alwi sebagai Yahudi Ashkenazi bukanlah tuduhan, tapi klarifikasi. Bukan penghinaan, tapi penegasan fakta.
Dan seperti kata pepatah Arab: “Al-haqq la yu’rafu bir-rijal, wa lakin ar-rijal yu’rafuna bil-haqq” — Kebenaran bukan diukur dari orang-orang, melainkan orang-oranglah yang diukur dengan kebenaran.
web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple