Sidebar ADS

PENDAWIRAN DAN PROVOKATIF SERTA KHURAFAH SANGAT MERUSAK SEJARAH

PENDAWIRAN DAN PROVOKATIF SERTA KHURAFAH SANGAT MERUSAK SEJARAH 

Saya mengenali dawir dari beberapa habaib itu sejak 2016 saat awal menerima silaturahmi  habib dari Palembang ke rumah almarhum Abah saya KH. Suhaemi. Sambil silaturahmi ia pun menawarkan secarik kertas isinya sholawat, agar kami sekeluarga mau menerima ijazah darinya. Saya sendiri merasa cukup soal sholawat, karena dapat ijazah dari maha guru di Cidahu Cadasari dan dari Kiai asal Kediri Jawa Timur. 

Rupanya Abah saya begitu hormat padanya karena dengar pengakuannya adalah habib asal dari Palembang. Mungkin dalam benak pikiran orang tua saya itu karena ia dzuriyat Kanjeng Nabi yang wajib dihormati, tapi tidak bagi saya. Orang itu bukan habib apalagi dzuriyat Kanjeng Nabi, jauh sebelum adanya tesis ibthal. Hati saya menolak meski Abah menerimanya dengan hangat. 

Lama kelamaan tanpa setahu saya, tiap bulan habib itu bawa teman-temannya, bilangnya minta barokah Kiai dan membarokahi karena mereka bilang ahlul bait Nabi. Saat itu pun saya tetap menolaknya. Abah melulu memberi uang buat transport pulangnya mereka ada yang bilang baru datang dari Palembang, ada juga yang bilang minta ongkos mau pulang ke Palembang. 

Terakhir Maret 2021, saat Abah KH. Suhaemi dalam keadaan sakit parah, tangan kirinya sudah terkena struke ringan, habib itu datang lagi dan minta uang dengan memaksa dan merampas dari kantong baju di kamar pribadi Abah, padahal uang 2,5 juta itu untuk berobat esok harinya. Waktu itu saya ada kegiatan mengisi materi pengkaderan GP Ansor di daerah Tangerang. 

Fakta dawir yang dialami kami itu ternyata bukan satu-satunya melainkan hampir di setiap kiai-kiai kampung mengalami dawir dari habib yang wajah dan fisiknya tentu berbeda, bahkan berbeda daerah, ada yang bilang dari Jakarta, ada yang dari Tangerang, ada juga yang bilang dari Bogor. 

Selain Dawir, mulai tahun 2020 saya ditakdirkan selalu sepanggung dengan habib-habib di setiap acara yang digelar oleh Kiai NU atau kiai pesantren. Meski fisik begtu dekat tetapi hati saya tidak pernah tunduk, apalagi untuk cium tangan sama sekali tidak mau, kecuali pada Habib yang alim dan soleh. 

Di sebrang panggung dan tablig-tablig akbar ada dua orang habib yang ceramahnya tidak pernah sejuk dan mendamaikan. Selalu yang saya dengar itu agitasi dan provokasi untuk melawan pemerintah dan negara terutama kepada Presiden Jokowi yang dengan seenaknya mereka bilang " Jokodok " dan kepada Abah KH. Ma'ruf Amin menyebutnya " kera istana " bahkan enteng dua orang itu bilang " Ulama Suuu". 

Itu berlangsung sejak 2018 silam di setiap panggung tablig akbar, karena provokasinya itu memancing nalar kita kaum pribumi untuk mempertanyakan apakah benar orang-orang macam Rizik Sihab dan Bahar Smith itu cucu Rosulullah S.a.w?. Apakah cucu Rosulullah harus dengan perangai bejat dan kasar itu kalau berdakwah, hati saya tetap menolak. 

Belakangan, tumbuh subur video yang beredar viral di medsos, ceramah-ceramah habib yang isinya banyak cerita kekeramatan leluhurnya, padahal itu jelas khurafat, dongeng dan cerita cerita halu. Suatu keanehan tentang kekeramatan leluhurnya habib dan habib yang masih hidup, dengan bangga diceritakan di media publik. Padahal itu tidak boleh dilakukan atau diceritakan. Apalagi yang diceritakan itu bukan keramat, tapi justru tak lebih sebagai khurafat, tahayyul, dan halu. 

Tidak ada keramat melebihi mukjizat Rosulullah S.a.w dan tidak ada pula kekeramatan seseorang diceritakan secara vulgar begitu, itu untuk apa? Justru harusnya keramat itu disimpan sebagai penguat ketaatan pada Allah. Mana mungkin mikroj Faqih muqoddam sampai 70 kali tiap hari, bulak balik bumi dan langit menemui Allah. 

Ada pula cerita mereka habib yang di panggung-panggung kecil seperti keramat rantai emas dari langit, pesawat yang sudah lempas landas bisa mundur, bisa membangunkan orang mati sekian ratus tahun, dan menulis kalimat di secarik kertas untuk malaikat Munkar Nakir agar tida ada siksa di alam kubur, dan masih banyak cerita cerita semacam itu beredar di reel Facebook, yutube, dan tiktok. Saya menyebutnya khurafat atau cerita halu, dongeng mirip Kancil dan kandang kura, atau semacam cerita silat Kopingho. 

Selain itu ada yang berperan membelokkan sejara NU, sejarah kemerdekaan Indonesia dengan menampilkan sosok Martak yang dianggap dari Yaman yang menyumbangkan rumah untuk Bung Karno dan Ibu Fat, fakta yang benar rumah di Pegangsaan tersebut adalah hasil beli dari pemilik orang Belanda atas tanggungan Bung Hatta saat beliau direkrut pemerintah Kempetai Jepang sebagai Gunseikan dibawah kendali Kolonel Nakayama dan Bung Hatta sendiri tinggal di Oranje Boulevard. 

Juga ada sejarah penciptaan sketsa burung garuda sebagai lambang negara juga diklaim sebagai hasil kreasi Syarif Abdul Hamid al-Gadri Pontianak, faktanya itu hasil kreasi semua tokoh pendiri bangsa dan disahkan oleh  Bung Karno sebagai ketua tim PPKI yang telah memprakarsai Piagam Jakarta 22 Juni 1945. 

Selain itu masih banyak yang diklaim sebagai hasil buah pikirkan habaib seperti bendera merah putih yang disebut-sebut atas petunjuk Habib Salim Al-Jufri, faktanya bendera sang saka merah putih itu dijahit Ibu Famawati berdasarkan arahan Bung Karno, dan kainnya pun dibelikan Bung Hatta yang jauh jauh hari sudah ada kompromi dengan para tokoh pendiri negara. 

Paling menyakitkan bagi kalangan nahdliyin itu adalah sejarah berdirinya NU yang kata Bahar Smith diinisiasi oleh 4 habib yang datang ke Hadrotusyaikh Hasyim Asy'ari memerintahkan beliau agar mendirikan NU, karena mereka imigran Yaman, dan dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda untuk mendirikan perserikatan atau perkumpulan. 

Fakta yang benar itu berdirinya NU atau nama sebelumnya adalah Jamiyah Ulama sudah jauh jauh tahun diprakarsai Ulama pesantren di Jawa terutama proses pendirian jamiyah ulama tersebut atas restu Syaikhona Kholil Bangkalan Madura. Bahkan embrionya NU itu mulai tumbuh dari gerakan 3 pemuda hebat dan alim yaitu Wahab Chasbullah, Mas Alwi, Mas Mansur di tahun 1914. 

Tidak ada sama sekali keterlibatan habaib, siapapun itu dalam proses pendirian Jamiyah Nahdlatul Ulama, karena memang bukti-bukti sejarah memastikan tidak ada keterlibatan habaib. Ada juga Syaikh Ghonaim al-Misri ( bukan habib) yang bersama KH. Wahab Chasbullah dengan komite hijaznya menemui Raja Abdul Aziz Ibnu Saud di Arab Saudi untuk menganulir kebijakan raja yang telah merugikan umat IsIam seperti rencana pembongkaran makam Rosulullah S.a.w. dan keberlakuan pelaksanaan 4 madzhab Ahli Sunnah wal Jama'ah. 

Faktor-faktor di atas inilah menjadi titik dasar terbitnya tesis ilmiah KH. Imadudin Usman yang menyimpulkan terputusnya nasab habaib dengan Rosulullah S.a.w. Suatu kajian yang berbasis epistemologis yang dikuatkan oleh referensi kitab-kitab nasab yang kuat dari abad 4,5,6,7 dan 8 Hijriah. 

Lalu tesis ibthal tersebut menggelinding jadi polemik nasab yang tak kunjung berakhir hingga sekarang ini, karena belum ada anti tesisnya. Mungkin saja jika anti tesis itu tampil lebih kuat dan sahih maka nasab habaib tidak lagi jadi bulan-bulanan, bahkan penghormatan atas mereka tentu masih layak dipertahankan. 

Akhirnya pribumi yang pernah jadi korban dawir para habaib punya momentumnya dan kini punya senjata ampuh untuk memukul mundur mereka dari gelanggang peradaban Indonesia yang sebelumnya menghendaki jadi kelas istimewa. 

Oleh : PERJUANGAN WALI SONGO 
web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple

إرسال تعليق

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

أحدث أقدم
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS