Sidebar ADS

KLAIM RABHITOH ALAWIYAH MENABRAK KAIDAH KEILMUAN NASAB‼️

Klaim Rabithah Alawiyah Menabrak Kaidah Ilmu Nasab

Keabsahan keturunan Klan Ba’alwi sebagai keturunan Rasulullah Muhammad SAW melalui jalur Al-Imam Ubaidillah bin Ahmad bin Isa sangatlah tidak berdasar.

Rabithah Alawiyah dengan Maktab Daimi lembaga yang mengurusi nasab Habaib Klan Ba'alwi dan muhibbin beserta para pendukungnya menyatakan bahwa nasab Klan Ba'alwi didukung oleh beberapa bukti, di antaranya adalah pencatatan rapi nasab, pengakuan para ulama nasab, serta penyebaran nasab secara istifadhah (berkesinambungan dan menyeluruh).

Namun, klaim ini tampaknya bertentangan dengan berbagai sumber referensi sejarah yang tidak menyebutkan nama Ubaidillah sebagai anak dari Ahmad bin Isa. Fenomena ini menimbulkan komplikasi permasalah besar, terutama dalam konteks kajian ilmiah mengenai nasab dan sejarah.

Berikut beberapa poin yang menjadi klaim mereka bertolak belakang dengan fakta ilmiyah,

1. Ketiadaan Nama Ubaidillah dalam Kitab-Kitab Nasab Kuno

Klaimnya menyebutkan bahwa nasab Ubaidillah bin Ahmad bin Isa diakui secara luas oleh para ulama nasab. Namun, hal ini bertentangan dengan fakta bahwa sejumlah besar kitab nasab kuno tidak mencantumkan nama Ubaidillah sebagai keturunan Ahmad bin Isa. Berikut adalah beberapa kitab penting yang tidak menyebutkan nama Ubaidillah dalam silsilah keturunan Ahmad bin Isa :

1. Maqitil At Thalibiyyin karya Abu Al-Faraj Al-Isfahani (abad ke-4 H)
2. Tahdzib Al Nasab karya Abu Hasan Al Ubaidili Al Husaini (abad ke-4 H)
3. Al Majdi karya Abu Hasan Ali Al Umri (abad ke-5 H)
4. Nihayatul Ikhtisar karya As Sayyid An Naqib Abu Muhammad Syamsuddin bin Muhammad Al Athqa (abad ke-6 H)
5. Syajarah Al Mubarakah karya Fahrurrozi (abad ke-6 H)
6. Thoroful Ashhab fi Marifatil Ansab karya Sultan Raja Al Asyraf Umar bin Yusuf bin Rosul (abad ke-7 H), yang menyatakan tidak adanya keluarga keturunan Al-Husaini di Yaman.
7. At Tadzkirah fi Ansab Al Muthaharah karya Ibnu Mahna Al Ubaidili Al Husaini (abad ke-7 H)
8. Umdah di Thalib Kubra dan Sughra karya Jamaluddin bin Ali Ibnu Anbah Al Husaini (abad ke-8 H)
9. Al Ashili karya Syarif Shafiudin Muhammad bin Tajuddin Ibnu Thaqthaqi Al Husaini (abad ke-8 H)
10. Sikhakul Akhbar Nasabi Sa’adah Al Fatimiyah Al Akhyar karya Sayyid Muhammad Sirajuddin bin Abdullah Al Qosim bin Muhammad Huzam Ar Rifai (abad ke-9 H)
11. Musyajarah Al Kasyaf karya Sayyid Jamaluddin Abdullah bin Abi Al Barakat Al Jurjani (abad ke-10 H)

Tidak tercantumnya nama Ubaidillah dalam kitab-kitab ini menimbulkan pertanyaan besar terhadap klaim keabsahan nasab yang dibuat oleh Ba’alwi.

Apabila nama Ubaidillah benar-benar merupakan keturunan dari Ahmad bin Isa, maka seharusnya terdapat dokumentasi yang kuat dalam kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama nasab terkemuka sepanjang abad.

2. Kontradiksi dengan Metode Istifadhah

Klaimnya menyatakan bahwa nasab mereka diakui secara istifadhah, yaitu tersebar secara luas dan menyeluruh dari generasi ke generasi. Namun, konsep istifadhah memerlukan bukti yang konsisten dari para ahli nasab dan kitab-kitab nasab sepanjang sejarah.

Dalam kasus Ba’alwi, tidak adanya bukti dari kitab-kitab nasab terkemuka hingga abad ke-9 H menimbulkan keraguan terhadap klaim bahwa nasab ini telah diterima secara menyeluruh dan istifadhah.

Sebagai contoh, kitab “Thoroful Ashhab fi Marifatil Ansab” karya Sultan Raja Al Asyraf Umar bin Yusuf bin Rosul, yang mencatat sensus keturunan Nabi Muhammad SAW di Yaman pada abad ke-7 H, tidak mencantumkan keturunan Al-Husaini di wilayah tersebut. Jika nasab Ba’alwi benar-benar sudah diakui pada saat itu, maka seharusnya mereka termasuk dalam sensus tersebut.

3. Syuhroh dan Istifadhah dalam Konteks Fikih Nasab

Dalam buku "Keabsahan Nasab Ba’alwi; Membongkar Penyimpangan Pembatalnya" yang diterbitkan oleh Rabithah Alawiyah, dikemukakan bahwa nasab Ba’alwi diakui secara syuhroh (dikenal secara luas) dan istifadhah (disebarluaskan secara menyeluruh). Namun menurut pandangan para ulama fikih, syuhroh wal istifadah memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar dianggap sah.

Imam Ar-Ruyani (w. 502 H) dalam kitabnya Bahrul Madzhab menyebutkan empat syarat untuk penetapan nasab :

1. Harus diakui sepanjang masa, bukan hanya di masa tertentu.
2. Harus bernasab kepada leluhur yang diakui oleh masyarakat umum.
3. Tidak ada penolakan terhadap nasab tersebut.
4. Tidak adanya dalil atau bukti yang dibandingkan yang dapat menolak keabsahan nasab tersebut.

Dalam hal nasab Ba’alwi, klaim syuhroh wal istifadah tidak memenuhi syarat pertama dan kedua. Nasab ini baru menjadi masyhur setelah abad ke-9 H, dan sebelum itu tidak ada bukti yang kuat dari sumber-sumber terpercaya.

Selain itu, penolakan terhadap nasab ini oleh banyak ahli nasab di berbagai generasi juga menunjukkan bahwa klaim ini tidak memenuhi persyaratan ketiga.

Klaim nasab Ba’alwi ini menjadi semakin tidak jelas penuh komplikasi masalah secara metodologi ilmiah, ketika kita membandingkan klaim tersebut dengan fakta-fakta sejarah yang ada.

Tidak adanya nama Ubaidillah dalam berbagai kitab nasab terkemuka, serta tidak terpenuhinya syarat-syarat syuhroh wal istifadah menurut para ulama fikih, menunjukkan adanya masalah mendasar dalam keabsahan nasab ini.

Klaim yang dibuat oleh Rabithah Alawiyah dan para pendukungnya perlu ditinjau ulang dengan pendekatan yang lebih kritis dan ilmiah.

web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS