Sidebar ADS

WALI SONGO SERTA PARA KETURUNANYA ITU MERUPAKAN BRAHMA DALAM KANCA KEHIDUPAN DI DUNIA

Jajaran Walisongo Itu Brahmana

Menurut Sejarawan NU, Alm KH Agus Sunyoto, pada zaman Walisongo terdapat tujuh struktur atau golongan masyarakat yang ditetapkan secara unik. Golongan tersebut diukur dari keterikatan seseorang dengan kebutuhan duniawi. Makin kuat keterikatan dengan materi duniawi, posisi seseorang paling rendah. Sementara orang yang tak memiliki keterikatan dengan duniawi, posisinya paling atas.

1. Golongan Brahmana. Mereka ini tinggal di hutan, di pertapaan, tidak pula punya kekayaan pribadi. Mereka menempati posisi paling tinggi.

2. Golongan Ksatria. Golongan orang yang tidak diperbolehkan memiliki kekayaan pribadi tapi kehidupannya dijamin oleh institusi negara. Di zaman itu sudah ada istilah korupsi, mengumpulkan harta untuk pribadi, jadi kalau ada ksatria punya kekayaan pribadi disebut ksatria panten (ksatria yang jatuh martabatnya), dia tidak boleh dilayani kalau perlu dikucilkan.

3. Golongan Waisya. Ini golongan petani yang memiliki tugas menumbuhkan tanaman makanan untuk manusia. Mereka lebih rendah. Kenapa? Karena sudah punya rumah, sawah, dan ternak.

4. Golongan Sudra. Siapa mereka? Menurut kitab Salokantara dan Nawanadya, yang dimaksud kaum Sudra itu ada beberapa kalangan:

a) Saudagar. Orang yang memiliki kekayaan lebih. Pikirannya selalu tentang keuntungan.
b) Rentenir (orang yang membungakan uang).
c) Orang yang meminjamkan perhiasan, pakaian, termasuk juga tuan tanah dan pemilik aneka kekayaan lainnya.

Jadi, makin besar kekayaan seseorang, semakin rendah kedudukannya. Mungkin konglomerat sekarang pada zaman dulu disebut Mahasudra. Karena kekayaannya berlebihan.

5. Golongan Candala. Yakni orang yang hidup dari membunuh makhluk lain. Semisal tukang jagal, pemburu, itu masuk di sini. Bahkan, aparat negara yang bergelar Singanegara dan Singamenggala, yaitu algojo yang membunuh pelanggar aturan pun masuk golongan ini.

6. Golongan Mleca. Yaitu semua orang asing yang bukan pribumi dan saudagar. Itu salah satu sebab Islam tidak mudah diterima masyarakat waktu itu. Yang membawa Islam ke sini itu orang asing, dan saudagar yang sudra. Jadi, pribumi tidak mau nerima.

7. Golongan Tuja. Mereka yang hidupnya selalu merugikan masyarakat. Siapa mereka? Disebutkan riil, mereka adalah para penipu, pencuri (maling), perampok, begal, dan sejenisnya. Pokoknya yang selalu merugikan orang lain. Koruptor masuk di sini.

Jajaran Walisongo menempati posisi Brahmana. Para sunan dan makdum tersebut dianggap masyarakat sebagai orang suci. Oleh karena itu, Islam dengan mudah diterima penduduk lokal.

Jadi, kalau ada teori bahwa Islam disebarkan oleh para saudagar, tidak masuk akal itu. Karena saudagar itu orang Sudra, di zaman itu orang Sudra, tidak memiliki otoritas bicara soal agama. Karena ada tatanan dan aturan yang disepakati masyarakat.

Yang boleh bicara tentang hal keagamaan itu hanya Brahmana. Kalau Sudra yang cara berpikirnya keuntungan materi bicara agama, bisa jadi barang dagangan nanti.

Jika ditarik ke era kekinian, maka para Kiai merupakan gelar kebangsawanan brahmana. Bahkan, zaman Majapahit sudah ada gelar tersebut. Hingga pada zaman Mataram, orang yang tidak bergelar Kiai tidak boleh mengajar. Tidak boleh orang biasa menggunakan gelar kebangsawanan apalagi mengajar atau mendidik.

~~بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب~~ web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple

إرسال تعليق

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

أحدث أقدم
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS