Sidebar ADS

SYARAT GURU MURSYD TIDAK BERIJAZAHKAN PENTAGON ATAU SUBAH DISCO KARAOKE

Inilah Syarat Menjadi Mursyid Thareqah

Menjelaskan syarat yang harus dipenuhi sebagai seorang mursyid. Karena mursyid (guru thareqah) merupakan wakil dari Rasulullah SAW. Dimana seorang mursyid haruslah seorang ulama. Meski tidak semua ulama layak mengemban tugas ini.

Yang dimaksud ulama disini adalah ulama dalam ilmu syari`at juga akhlak, yang mengetahui aib-aib pada hati.

Imam Al Ghazali menyatakan, ”Aku akan menjelaskan kepadamu sebagian tanda-tandanya secara global, agar tidak sembarang orang mengklaim bahwa ia seorang mursyid.”

Di antara tanda-tanda seorang itu layak sebagai mursyid adalah, bahwa ia bukan orang yang mencintai dunia. Dan ia telah mengikuti seseorang yang memiliki bashirah. Dengan demikian terjadi sambung-menyambung pengikutannya kepada Rasulullah SAW.

Hal ini dikarenakan cinta kepada dunia merupakan sumber sebagala keburukan. Dengan demikian, siapa saja yang ingin terhindar dari kerusakan, maka semestinya ia tidak cinta kepada dunia.

Tanda yang ke dua adalah, bahwa ia adalah orang yang baik dalam riyadhahnya. Yakni dalam sedikit makan dan minum, sedikit bicara dan sedikit tidur, serta memperbanyak shalat, sedekah dan puasa.

Dzu Nun Al Mishri menyatakan, ”Hikmah tidak akan tinggal di perut yang penuh dengan makanan.”

Sedangkan yang dimaksud dengan lapar bukanlah lapar yang melemahkan badan dan menganacam ibadah.

Ketika seorang mengikut seorang syeikh (guru thareqah) yang memiliki bashirah, maka ia menjadikan akhlak sebagai jalannya. Hal itu seperti sifat tawakkal, syukur, tawakkal, yakin, lapang dada, qana`ah, ketengan hati, lemah lembut dan tawadhu`, ilmu dan kejujuran, malu dan menepati janji, ketenangan, keseriusan serta semisalnya.

Mengenai bencana yang berasal dari lisan Malik bin Dinar berkata, ”Jika engkau melihat bahwa hatimu keras dan kemalasan pada badanmu serta seretnya rizkimu, maka ketahuilah bahwa engkau terlalu banyak melakukan banyak berbicara yang tidak perlu."

Dengan demikian ia merupakan cahaya dari cahaya-cahaya Nabi SAW, yang layak untuk diikuti. Namun Al Ghazali menegaskan, ”Akan tetapi keberadaan orang seperti itu jarang, ia lebih langka dari kibrit merah.”

Maka secara garis besar tidaklah sembarang untuk menjadi seorang mursyid, sebab tak semua orang bisa jadi mursyid, bahkan tak semua wali boleh jadi mursyid, syarat mursyid adalah:

1. Memahami ilmu fikih dan akidah zahir

Tidak perlu di level ulama fikih atau ulama kalam, tapi minimal tau dasar ilmu fikih, baik ibadah, ahwal syakhsiyah, muamalat, dan siyasah syariyah dan memahami akidah ahlusunnah secara dirayah. Tau mana yang wajib, yang mustahil dan yang jaiz bagi Allah dan rasul-Nya.

Kalau zaman sekarang, kira-kira paham Fathul Qarib dan Kharidah La. Karena dalam tarbiyah dan taslik, kadang guru memberi tugas seperti shalat, puasa, jual beli, dll pada murid jadi kalau dia tidak tau dasar ilmu di atas maka jangankan diterima, shalat saja kadang tidak sah. Jadi hindari guru yang tidak tahu ilmu zahir sama sekali atau yang tidak mundhabit dalam.

2. Arifbillah

Mutahaqiq pada dirinya akidah ahlussunnah, baik dalam pengamalannya ataupun zauqnya dan juga syuhudnya, tentu saja semua harus sesuai dengan ilmu zahir tadi. Jadi, zauq dan syuhudnya harus sesuai dengan akidah ahlu zahir/ilmu akidah, amalannya harus sesuai dengan amalan ahlu zahir/ilmu fikih. Jika sudah melanggar, walau dia kasyaf apapun jangan diterima, karena ilmu zahir atau syariat itu adalah kasyafnya Nabi Muhammad SAW.

3. Khabir/punya pengalaman dalam tarbiyah dan tazkiyah

Sehingga dia tau di mana harus berhenti atau berjalan dalam sair, dan apa tantangan yang didapatkan di setiap tingkat. Apa penyakit dan obatnya, dan mengetahui dari mana setan masuk serta bagaimana menjauh darinya. Ini tidak bisa didapatkan kecuali dengan belajar qawaid tasawuf dari kitab yang muktamad, Ditambah dengan pengalaman suluk bersama murabby, tapi tidak cukup dengan kitab tasawuf saja, karena dia tidak akan paham kenyataan yang dihadapi murid kecuali jika sudah mempraktekannya dihadapan murabby.

Sebagaimana tidak cukup hanya modal pengalaman suluk, karena dia butuh qawaid sebagai undang-undang agar tidak tersesat dan proses tazkiyah bisa tetap ilmiyah. Ini didapatkan dari buku muktamad dalam tasawuf. Kalau salah satunya tidak ada, jangan jadikan dia mursyid.

4. Mendapatkan izin untuk irsyad/menjadi pembimbing suluk dari syeikh yang bersanad dan muktabar/diakui oleh jamaah mutakhasis

Jadi, siapa yang mursyidnya tidak jelas sanadnya bersambung ke Rasulullah SAW satu persatu, maka jangan dijadikan mursyid. Nah, yang sanadnya dari mimpi ya jangan dijadikan mursyid, tafsir butuh takwil, jangan ditakwilkan sendiri. Siapa yang gurunya tak diakui oleh ahlu ikhtisas yang masyhur, maka jangan dijadikan mursyid, semastur-masturnya wali tapi para masyhurin masih mengenal dan mengakuinya. Siapa yang belum dapat izin langsung dari mursyidnya untuk irsyad, maka dia tidak boleh jadi mursyid.

Jika ada salah satu dari syarat ini hilang, maka jangan jadikan dia mursyid. Walau dia bisa menghidupkan orang mati, bahkan jika dia disepakati sebagai wali, karena wali itu tak semua punya hak untuk jadi mursyid. Bahkan jika dia hakikatnya punya maqam di dunia kewalian lebih tinggi dari para mursyid, tapi dia tetap tak boleh dijadikan mursyid, karena sangat ramai orang yang punya maqam tinggi tapi tidak boleh dijadiin mursyid. Irsyad itu tugas, bukan level.

Selama ini banyak yang salah paham, dikira jika mursyid atau khalifah syeikh itu punya maqam lebih tinggi dari yang bukan mursyid, ini salah kaprah. Mursyid itu tidak ada kaitannya dengan maqam dan pangkat kewalian, mursyid itu cuma wadhifah atau tugas bagi yang punya spesialisasi di situ. Jadi bukan buat bangga-banggaan, apalagi rebutan. Jadi yang rebutan, siapa jadi khalifah gurunya kemungkinan tidak punya dasar ilmu ini.

Lagian bisa jadi dan sering terjadi yang non-mursyid lebih tinggi derajatnya di sisi Allah dibanding mursyid. Bisa jadi murid lebih tinggi maqam kewalian daripada syeikh, bisa jadi yang bawa tas mursyid lebih tinggi maqamnya dibanding mursyid. Tapi yang satu ditugaskan menjadi mursyid yang lain tidak, beda tugas.

Jika semua jadi mursyid, siapa yang khidmah? Siapa yang tasrif? Siapa yang ngajar? Siapa yang qadha hajatunnas? Dan seterusnya. Jadi mursyid bukan tujuan dalam bersuluk, tujuan bersuluk hanya Allah, menjadi mursyid itu cobaan dari Allah, jadi apa yang mau dibanggakan?

Susah mencari mursyid yang seperti ini? Memang, apalagi di akhir zaman. Kalau sesulit itu ada solusinya, perbanyak shalawat adalah mursyid bagi yang belum bertemu mursyid. Lalu sebagai tugas amalkan sunnah sehari-hari, karena sekarang eranya tasawuf Imam Nawawi dengan Riyadhus Shalihun-nya itu, itu yang paling aman, jika ada pertanyaan tanyakan pada ulama zahir. Jadi ketika bertemu wali, ya tidak harus dijadikan  mursyid, tapi ambil berkah dan minta doa, adapun irsyad pastikan kriteria di atas ada.

Sumber rujukan,
Kitab Minhajul Qasidin
Kitab Ikhya Ulumuddin
Kitab Ridalah Al Qusyairiyah
Kitab Kasyaful Mahjub
Kitab Al Mutakhobat
Kitab Ayyuhal Walad
Kitab Syiraj Adz Dzulumat
Dll..

~~بارك الله فيكم أجمعين والله أعلمُ بالـصـواب~~ web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple

إرسال تعليق

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

أحدث أقدم
Sidebar ADS
Sidebar ADS
Sidebar ADS