SEJARAHNYA NAQOBAH KLAN HABIB BAALAWI YAHUDI YAMAN
Sejarah Klan Ba'alwi mencatat bahwa penulisan marga-marga pecahan dari Klan Ba'alwi baru muncul setelah tahun 895 H. Sebelum itu, setiap nama hanya dicatat fulan bin fulan saja tanpa semisal "Assegaf" dan sebagainya. (Al-Istizadah, hlm. 141).
Sejarah Klan Ba'alwi juga mencatat bahwa di Hadhramaut baru ada Naqabah Ba'alwi pada zaman Habib Umar Al-Muhdhar, yaitu pada tahun 833 H. Naqabah ini berakhir pada kepemimpinan Habib Zainal Abidin bin Abdullah Al-Idrus yang wafat pada tahun 1.041 H (Al-Istizadah, hlm. 125-26).
Artinya, sebelum itu, nasab keluarga Klan Ba'alwi dipegang sendiri-sendiri dan mereka berhimpun dengan dipimpin masing-masing munshib. Kemudian, mereka berhimpun pada tahun 833 H dan perhimpunan mereka hanya bertahan hingga tahun 1.041 H, yakni hanya 208 tahun saja.
Naqabah ini pernah akan dihidupkan lagi pada tahun 1.316 H. namun gagal. (Al-Istizadah, hlm. 26-127). Hingga sekarang tidak ada lagi Naqabah atau perhimpunan Klan Ba'alwi di Hadhramaut Yaman.
Jadi, selama tidak ada Naqabah, keabsahan nasab Klan Ba'alwi ditentukan oleh munshib. Sekarang kita cari tahu tentang siapa dan bagaimana munshib-munshib dari Klan Ba'alwi di Hadhramaut itu.
Pada zaman Habib Abdullah Al-Haddad, ia menilai para munshib yang ada ketika itu sebagai orang-orang yang tidak baik. Juga memarahi mereka dengan berkata: "Mereka (para munshib itu) adalah orang-orang yang hanya mengandalkan nama leluhur mereka saja, tanpa berbekal ilmu dan istiqamah seperti leluhur mereka." (Al-Istizadah, hlm. 79).
Artinya, ada suatu masa dimana sudah jelas keluarga-keluarga dari Klan Ba'alwi di Yaman itu dipimpin oleh munshib-munshib yang tidak berilmu dan tidak istiqamah, dan munshib-munshib itulah yang memegang catatan nasab mereka.
Namun di Nusantara lewat campur tangan pemerintah kolonial Belanda ormas yang bernama Rabithah Alawiyah dengan Lembaga Maktab Daimi (lembaga pencatat nasab Klan Ba'alwi) didirikan pada kisaran 1347 H atau tepatnya tanggal 27 Desember 1928 M di Batavia.
Pada kisaran abad ke 18 M (pasca perang Jawa Diponegoro) Klan Ba’alwi atau Habaib hadir di Nusantara karena didatangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan besar-besaran lewat kapal uap.
Banyak catatan sejarah menerangkan bahwa status Habaib Klan Ba'alwi sebagai keturunan Nabi merupakan arahan dari pemerintah kolonial Belanda, antara lain lewat peranan serta dari L.W.C. Van Den Berg dan Snouck Hurgronje. Ini untuk mereduksi sisa-sisa perlawanan dari pasukan Diponegoro yang sebagian besar daru para Kiai, Sayyid dan Syarif keturunan Walisongo.
Palam perjalanannya para Habaib Klan Ba'alwi merupakan pendukung strategis utama pemerintah kolonial Belanda dan mereka berperan dalam melanggengkan penjajahan; contohnya adalah Habib Utsman bin Yahya Ba'alwi sebagai Mufti Besar Batavia yang fatwa-fatwanya sangat pro kepada penjajah, Penghiyanatan Aceh oleh Habib Abdurrahman El Zahir Ba'alwi.
Juga tak ketinggal sepak terjang Habib Hamid Al-Idrus bin Pangeran Syarif Ali Al-Idrus Ba'alwi pada Perang Banjar (Martapura) yang berkhianat dengan membantu penjajah Belanda menangkap prajurit Demang Lehman demi ketidakseimbangan jabatan dan hadiah gulden. Akibat pengecualian ini, Demang Lehman digantung Belanda, dan kepalanya dibawa ke Museum Leiden.
Tepat 200 tahun dari kedatangan Klan Ba'alwi kenusantara yaitu pada era milenial abad ke 21 muncul Ulama Nunsantara yang menggugat nasab Klan Ba'alwi. Adalah KH Imaduddin Utsman Al Bantani yang pada tahun 2022 M secara go publik menunjukan lewat hasil risetnya dengan metode ilmu nasab, ilmu filologi, ilmu genetik menyatakan bahwa Klan Ba'alwi mustahil sebagai dzuriyah Nabi SAW.
Dari padanya maka, terbongkarlah segala kebusukan aqidah yang menyimpang sesat dan menyesatkan serta kelicikan dan begitu jahatnya dari gerakan madzhab Ba'alwi menguasai suatu negri untuk membangkitkan Neo Daulah Fatmiyah ber ideologi Syi'ah Ismailiyah.
Oleh : Husni Mubarok Al Qudusi
web.facebook.com/qsantri.eu.org?apps.apple